HARIAN LABUAN BAJO—Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Ade Sandi Parwoto menyebut angka kemiskinan ekstrem di daerah itu mengalami peningkatan tahun 2021 ke tahun 2022.
Angka kemiskinan ekstrem meningkat dari 6,98 persen pada tahun 2021.
“Di Manggarai Barat, kondisi miskin ekstrem kita dari tahun 2021 ke tahun 2022 memang naik,” kata Ade Sandi di ruang kerjanya, Kamis 30 Maret 2023 lalu.
Sandi menuturkan, angka itu dihitung dari kemampuan per orang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Untuk kemiskinan ektrem tercatat naik dari tahun 2021 ke tahun 2022 hingga mencapai 3%.
“Jadi di tahun 2021, 6,98 % sedangkan di tahun 2022 adalah 9,79%, ini kelihatan naik sekitar 3%,” kata Sandi.

Ia menjelaskan, kategori kemiskinan ekstrem yakni warga yang memiliki pengeluaran per hari setara US$ 1,99 purchasing power parity sesuai indikator internasional atau dalam konversi ke rupiah adalah Rp11.818 sampai Rp12.000 atau memiliki pengeluaran Rp358 ribu per bulan.
Ia memaparkan, kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kemiskinan ekstrem ini ditemukan pada penduduk yang komplek seperti lansia yang tinggal sendiri, orang yang tidak bisa bekerja dan bermacam-macam.
Selain itu, orang yang butuh bantuan untuk mengurangi beban hidupnya karena tidak bisa berbuat banyak karena berbagai keterbatasan yang dimiliki.
“Kemiskinan ekstrem yang komplek, orang yang tinggal sendiri, lansia, orang sudah tidak bisa kerja apa-apa, dan macam-macam. Maka dia dibantu dengan mengurangi beban hidupnya dengan bantuan dan sebagainya,” paparnya.
Sementara, Kata Sandi, kemiskinan secara global data BPS mencatat justru dari 17,92 % menjadi 17,15%.
Sehingga kemiskinan ekstrem yang pakai garisnya adalah Rp358 ribu atau pengeluaran pendapatan per kapita satu hari US$ 1,99 masih dibawah Rp405 ribu garis kemiskinan versi BPS.
“Nah, posisi garis kemiskinan ekstrem itu adalah yang paling bawah, orang-orang yang memang butuh sekali untuk ditingkatkan, dibantu supaya meringankan beban hidupnya, jawabnya apa, adalah orang yang hidupnya sendiri atau Lansia, orang Difabel yang kemungikan tidak bisa bekerja,” katanya.
Ia menambahkan, untuk mengukur kemiskinan BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (needs approach).
Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan dan non makanan).***